Iklan

Home » » Perlindungan Hukum bagi Sang Peniup Pluit

Perlindungan Hukum bagi Sang Peniup Pluit

Written By Unknown on Rabu, 07 Maret 2012 | 10.04

    Persoalan paling rumit dalam pemberantasan korupsi di Indonesia adalah bahwa para peniup suling korupsi (whistle blower) Indonesia senantiasa mendapatkan serangan balik dari para musuh mereka; dari para pihak yang mereka laporkan kepada penegak hukum. Bukannya dianggap sebagai, banyak dari mereka malah dipenjara. Padahal, lembaga-lembaga hukum terkait mengklaim kesepakatan untuk melindungi para peniup suling korupsi sebagai justice collaborator (pelapor pelaku).
    Mereka adalah Ketua Mahkamah Agung Harifin A Tumpa, Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar, Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo, Jaksa Agung Basrief Arief, Ketua KPK Busyro Muqoddas, dan Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai. Turut menyaksikan penandatanganan kesepakatan yang berlangsung bersamaan dengan seminar internasional tentang perlindungan whistle-blower sebagai justice collaborator-itu adalah Menko Polhukam Marsekal TNI (Purn) Djoko Suyanto dan Ketua Satgas PMH Kuntoro Mangkusubroto. Keikutsertaan para petinggi penegak hukum itu kita harapkan mempercepat implementasi kesepakatan. Saksi korban maupun pelaku diharapkan tidak ragu-ragu lagi menjadi pengungkap tabir kejahatan. Selama ini, persoalan perlindungan hukum terhadap whistle-blower alias “peniup pluit” terkendala oleh ketentuan dalam UU No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (UU PSK) itu sendiri. Di satu sisi, Pasal 10 (1) menyebutkan, saksi atau pelapor tidak dapat dituntut secara hukum atas laporan yang disampaikannya. Namun, ayat (2)-nya menyatakan, seorang saksi yang juga tersangka dalam kasus yang sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana.
    Ketentuan bisa multitafsir, bahkan dalam beberapa kasus justru menjerat pelapor kejahatan yang bertindak sebagai peniup pluit kejahatan besar. Lihat saja pada kasus Khairiansyah, Susno Duadji, Agus Condro Prayitno, dan Vincentius Amin Susanto.  Hal itu pula yang menjadi kendala bagi LPSK dalam memberikan perlindungan bagi pelapor pelaku. Karena itu, dalam menyiapkan draft revisi UU PSK, mereka mencoba untuk membuat ketentuan yang jelas dan tegas mengenai kedudukan saksi dan tersangka. Juga dalam kondisi bagaimana seseorang dapat dijadikan tersangka ketika pada saat yang sama juga berstatus sebagai saksi pelapor.
    Begitu pula yang menjadi tujuan kesepakatan bersama para petinggi hukum tersebut. Rencananya, akan dibuat kriteria peniup pluit, serta penentuan lembaga otoritas penentu bahwa seseorang termasuk peniup pluit.
    Bahkan, Harifin Tumpa akan menerbitkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) agar para hakim memperhatikan peranan para pelapor tindak pidana yang sekaligus sebagai pelaku dalam menjatuhkan hukuman. Diharapkan, hal itu menjadi pertimbangan hakim untuk meringankan hukuman.
    Hukuman yang lebih ringan bagi pelapor pelaku yang bekerjasama dengan penegak hukum itu bukan hanya berdampak bagi yang bersangkutan saja. Ia memiliki kepentingan yang lebih besar, yakni mendorong partisipasi masyarakat agar berperan sebagai whistle-blower dan mengungkap suatu dugaan tindak pidana.
    Peran mereka cukup signifikan, terutama dalam upaya mencegah dan memberantas kasus korupsi dan kejahatan terorganisasi, seperti mafia hukum dan mafia pajak. Sebagai pelapor pelaku (justice collaborator) tentunya lebih mengetahui modus yang terjadi karena sempat terlibat di dalamnya.
    Untuk itu, diperlukan perlindungan hukum, penanganan khusus, dan penghargaan terhadap mereka, seperti yang disiapkan dalam draft revisi UU PSK. Penanganan khusus, misalnya, tempat tahanan atau penjara mereka dipisahkan (berjauhan) dari tersangka dan atau narapidana lain yang mereka ungkapkan. Pemberkasan perkaranya pun dipisahkan. Pelapor pun memperoleh keringanan tuntutan, penghapusan penuntutan, pemberian remisi dan atau grasi.
    Nah, menjelang proses revisi UU PSK yang tentunya memakan waktu lama, penandatanganan kesepakatan bersama ihwal perlindungan whistle-blower sebagai justice collaborator tersebut bisa menjadi jembatan. Untuk itu, ia harus segera ditindaklanjuti agar bisa segera pula diimplementasikan. (Tim Berita TIPIKOR/dari berbagai sumber)
Share this article :

Posting Komentar

Iklan Berita Tipikor